Sunday, 29 March 2015

SM3T MembawaKu ke Papua


distrik kurima
Merantau bukan pengalaman pertama dalam kehidupan saya, itulah mengapa saya yakin ikut program SM3T yang di selenggarakan oleh Dikti lewat LPTK Unnes Semarang. Awalnya sulit menyakinkan kedua orang tua, karena saya pernah gagal merantau di tanah Kalimantan Selatan. “Tidak usah to le, nanti seperti yang dulu ga’ krasan terus jual motor untuk pulang” ibu saya berkata demikian, tetapi tekat merantau saya sudah bulat. Saya berkata pada ibu” ini kan program Dikti to bu, jadi ada jaminan dan gaji yang tetap dan juga semua biaya pulang pergi di tanggung serta dapat bonus PPG bu”. Kami terus berdialog dan saya berusaha menyakinkan kedua orang tua. Perlu di maklumi bahwa saya adalah anak tunggal makanya ibu sangat khawatir jauh dari saya. Keyakinan saya yang menggebu – gebu meluluhkan hati bapak dan ibu, dan akhirnya saya di ijinkan untuk ikut SM3T. Alhamdulillah saya berkata dalam hati, rasanya senang sekali bisa berpetualang lagi biarpun tak tahu nanti ditempatkan dimana.
Pendaftaran on line sudah saya lakukan dan akhirnya saya lolos dalam seleksi tahap satu yaitu tes administrasi, ucap syukur selalu terucap dalam mulut saya. Selanjutnya tes tahap dua yaitu tes on line di laboraturium Unnes, disana saya ketemu dengan kawan – kawan dari kampus UKSW Salatiga yang juga ikut seleksi dan Alhamdulillah saya lolos lagi. Saat yang di nantikan adalah tes tahap tiga sekaligus tes penentu yaitu tes psikotes dan wawancara. Lagi –lagi saya ucapkan Alhamdulillah karena saya lolos tes tahap akhir dan saya keterima sebagai peserta prakondisi dan siap untuk di berangkatkan di tempat tugas.
prakondisi sm3t
Diluar dugaan bahwa kegiatan prakondisi dilaksanakan di kota Salatiga, dimana kota tempat saya kuliah di Universitas Kristen Satya Wacana. Ini merupakan Suatu kehormatan bahwa peserta SM3T dari berbagai kampus bisa datang di kota Salatiga, kota yang dingin dan banyak kenangan bagi saya. Tepatnya tanggal 1 - 12 Agustus 2013 dilaksanakan prakondisi sebelum diberangkatkan ke tempat tugas, dimana peserta ditempa berbagai keahlian sesuai bidang study dan ketrampilan – ketrampilan lain sesuai daerah penempatan. Ada yang selalu saya dan teman-  teman nantikan saat prakondisi yaitu pengumuman dimana kami akan di tugaskan. Pada hari kedelapan prakondisi tepatnya pagi hari, barulah ada pengumuman yang ditempel di depan aula. Hati ini terasa berdetak kencang saat mengetahui hal itu, dan akhirnya saya melihat pengumuman, tak di sangka saya ditempatkan ditempat yang angkatan 1 dan 2 belum pernah ditugaskan disana yaitu papua, tepatnya di Kabupaten Yahukimo. Setelah pengumuman, teman sekamar pun sudah tahu bahwa saya ditempatkan di papua, dan ada 4 teman lainnya sebut saja Juned, Viktor, Zaenal, dan Candra yang sekamar dan ditempatkan di Papua. Entah kenapa kami yang ditempatkan di Papua selalu menjadi bahan ejekan, seperti menakuti kami kalau disana semua barang mahal, gaji bisa habis, orangnya primitive, dan lain sebagainya. Padahal kami yang ditempatkan di Papua membutuhkan support atau dukungan dari lingkungan keluarga dan teman – teman. Tak hanya teman – teman saja, tetapi banyak godaan sebelum berangkat ke Papua seperti  saat dirumahpun ada keluarga dari  Ayah yang mengingatkan kalau tidak usah dilanjutkan dan di suruh untuk cari kerja yang lain saja, tapi saya yakin dan mantab, bahwa saya bisa untuk berjuang mencerdaskan anak didik di Papua dan bisa bertahan di bumi Papua dengan segala resiko yang ada.
bandara sentani jayapura
Pada tanggal 25 Agustus 2013 saya diberangkatkan ke Papua bersama teman – teman angkatan tiga dengan membawa tekat yang berapi – api untuk berjuang mencerdaskan bangsa Indonesia di bagian Timur. Melalui kampus Unnes pada pagi hari saya berangkat menggunakan bus menuju Jakarta, sekitar waktu magrib saya sampai di bandara Soekarno – Hatta. Penerbangan dengan Lion Air di mulai pukul 23.00 dan sampai di bandara Sentani, Jayapura sekitar pukul 06.00 waktu Indonesia Timur. Setibanya di sentani saya terkejut bahwa keadaan bandara yang terbilang kecil untuk setingkat Propinsi dan minim fasilitas serta melihat kebiasaan orang – orang asli Papua yang mengunyah pinang membuat saya geli dan risi. Karena pesawat menuju Dekai, Yahukimo delay maka penerbangan ditunda dan dilanjutkan besuk pagi. Pada keesokan harinya saya terbang dengan pesawat Trigana Air menuju Yahukimo, taka lama kemudian sekitar 45 menit sampailah di kota Dekai, Kabupaten Yahukimo tempat dimana saya akan mengabdi Selama satu tahun.
distrik kurima
Kurima merupakan bagian distrik dari kabupaten Yahukimo yang letaknya berdekatan dengan kota Wamena kabupaten Jayawijaya. Disinilah kami bersebelas orang memulai pengabdian menjadi guru SM3T, setelah diberangkatkan pada tanggal 3 Januari 2014 melalui penantian yang panjang karena kurang lebih ada tiga bulan lamanya saya menunggu kepastian sambil mengabdi di SD Metanoya. Setibanya di wamena saya kagum melihat kemajuan kota wamena dari segi infrastruktur jalan maupun kendaraan yang sangat banyak, padahal jalan menuju Wamena hanya bisa di lalui lewat udara.  Kondisi cuaca di wamena sangat dingin karena diapit oleh pegunungan serta hembusan angin kurima yang selalu datang ke kota.
Bapak pengawas yang mengantar kami mengatur penempatan dan serah terima untuk mengajar di sekolah – sekolah yang ada di Distrik Kurima. Hari pertama kami survey tempat serta koordinasi lapangan dengan kepala sekolah, setelah itu membuat keputusan kapan kegiatan resmi untuk serah terima kami ke sekolah – sekolah yang telah ditentukan. Tibalah hari serah terima kami, yang di hadiri oleh guru – guru mulai dari SD sampai SMA. Tata acara pun dimulai dari sambutan sampai penutup acara, dan akhirnya masing – masing kepala sekolah atau yang mewakili membawa kami untuk melihat sekolah  masing – masing serta mengatur kapan mulai masuk mengajar di sekolah. Tapi masih ada masalah mengenai bagaimana kami menginap nanti, karena pada umumnya ada rumah tapi tidak ada fasilitasnya, sedangkan dinas terkait tidak memberikan bantuan kepada sekolah untuk memberikan fasilitas minimal perabot alat memasak. Secara kebetulan untuk penempatan di SD menawari kami untuk tinggal di sana, dan sudah ada fasilitas perabot alat masak serta alat tidur biarpun minim, sehingga kami hanya menambah beberapa kekurangan yang ada. Jadi kami bertujuh dari SM3T Unnes bertempat tinggal di perumahan SD YPK Polimo, adapun yang 4 orang dari UNIMED menginap di perumahan SMP Kurima.
sungai distrik kurima
Saya bertugas di SD YPK Polimo yang terletak di antara 2 bukit dan di pinggir sungai Baliem yang berada di kampung Heme Distrik Kurima. Sekolah berada tepat terletak di ibu kota kecamatan/ Distrik Kurima. SD YPK Polimo hanya memiliki 97 siswa yang terbagi dalam enam  kelas  yaitu kelas I, II, III, IV , V dan VI. Sekolah ini  didirikan pada  tahun 1970. SD YPK Polimo  memiliki pendidik dan karyawan sejumlah 14 orang, jumlah tersebut terdiri dari 12 orang PNS dan 2 orang GTT. Jumlah guru pada sekolah ini terbilang cukup.
Kondisi gedung sekolah masih tergolong baik. Sekolah memiliki 6 ruang belajar dan 1 ruang kantor dan ruang kepala sekolah. Jumlah rombel yang ada adalah 6 rombel. Alat peraga, media,  dan buku pelajaran  sangat kurang. Kurangnya buku pelajaran itu yang mempengaruhi terhambatnya kegiatan belajar mengajar.
Sebagian besar siswa SD YPK Polimo kurang disiplin dalam hal berpaikaian. Banyak siswa yang tidak memiliki pakaian seragam lengkap, seperti sepatu, ikat pinggang, dan atribut yang lain. Siswa tidak terbiasa mandi saat berangkat sekolah karena daerah yang dingin. Prestasi belajar siswa juga masih tergolong rendah, wawasan siswa sangat sempit, mereka cenderung cepat lupa, mudah bosan dan mudah capek. Daya serap siswa akan pelajaran tergolong kurang karena siswa hanya belajar di sekolah saja, sepulang sekolah siswa membantu orang tua bekerja di kebun, dan pada malam harinya mereka tidak bisa belajar karena sudah capek dan juga tidak ada listrik.
guru distrik kurima
Sebagian besar guru terlambat saat datang ke sekolah karena sebagian besar guru tinggal di kota Wamena. Jarak yang di tempuh guru sampai ke sekolah rata – rata 28 Km, kurang lebih hampir satu jam dengan modal transportasi taxi berupa mobil kijang atau pix up yang diberi box. Biaya untuk pulang pergi dari sekolah kekota bisa menghabiskan uang 50 - 75 ribu perhari, sehingga banyak sebagian guru yang berpikir ulang untuk masuk rutin tiap hari kerja. Selain itu, tantangan yang di hadapi guru yaitu harus melawati sungai yetni yang sering banjir dan dapat membahayakan nyawa. Jadi dengan alasan itulah kondisi pendidikan di dsitrik kurima secara umum masih jauh dari harapan. Saya hanya berharap bahwa suatu saat perjuangan saya dan teman – teman sekarang membawa manfaat bagi kemajuan dalam bidang pendidikan di tanah Papua khususnya di daerah penempatan saya. Itulah goresan tinta pengalaman yang dapat saya bagikan, semoga bermanfaat, Amiin.

By : Hadi Siswanto, S.Pd
Pengalaman Pribadi

6 comments:

  1. Ditunggu lanjutanya pak Guru

    ReplyDelete
  2. Ditunggu lanjutanya pak Guru

    ReplyDelete
  3. bang aku mau ikut SM3T gimana caranya ya bang? pengen kali sumpah.

    ReplyDelete
  4. bang aku mau ikut SM3T gimana caranya ya bang? pengen kali sumpah.

    ReplyDelete
  5. bang aku mau ikut SM3T gimana caranya ya bang? pengen kali sumpah.

    ReplyDelete
  6. sm3t biasanya dibuka ddi bulam april - mei..sllu di pantau..

    ReplyDelete