Merantau
bukan pengalaman pertama dalam kehidupan saya, itulah mengapa saya yakin ikut
program SM3T yang di selenggarakan oleh Dikti lewat LPTK Unnes Semarang.
Awalnya sulit menyakinkan kedua orang tua, karena saya pernah gagal merantau di
tanah Kalimantan Selatan. “Tidak usah to le, nanti seperti yang dulu ga’ krasan
terus jual motor untuk pulang” ibu saya berkata demikian, tetapi tekat merantau
saya sudah bulat. Saya berkata pada ibu” ini kan program Dikti to bu, jadi ada
jaminan dan gaji yang tetap dan juga semua biaya pulang pergi di tanggung serta
dapat bonus PPG bu”. Kami terus berdialog dan saya berusaha menyakinkan kedua
orang tua. Perlu di maklumi bahwa saya adalah anak tunggal makanya ibu sangat
khawatir jauh dari saya. Keyakinan saya yang menggebu – gebu meluluhkan hati
bapak dan ibu, dan akhirnya saya di ijinkan untuk ikut SM3T. Alhamdulillah saya
berkata dalam hati, rasanya senang sekali bisa berpetualang lagi biarpun tak
tahu nanti ditempatkan dimana.
Pendaftaran
on line sudah saya lakukan dan akhirnya saya lolos dalam seleksi tahap satu
yaitu tes administrasi, ucap syukur selalu terucap dalam mulut saya.
Selanjutnya tes tahap dua yaitu tes on line di laboraturium Unnes, disana saya
ketemu dengan kawan – kawan dari kampus UKSW Salatiga yang juga ikut seleksi dan
Alhamdulillah saya lolos lagi. Saat yang di nantikan adalah tes tahap tiga sekaligus
tes penentu yaitu tes psikotes dan wawancara. Lagi –lagi saya ucapkan
Alhamdulillah karena saya lolos tes tahap akhir dan saya keterima sebagai
peserta prakondisi dan siap untuk di berangkatkan di tempat tugas.
Diluar
dugaan bahwa kegiatan prakondisi dilaksanakan di kota Salatiga, dimana kota
tempat saya kuliah di Universitas Kristen Satya Wacana. Ini merupakan Suatu
kehormatan bahwa peserta SM3T dari berbagai kampus bisa datang di kota
Salatiga, kota yang dingin dan banyak kenangan bagi saya. Tepatnya tanggal 1 -
12 Agustus 2013 dilaksanakan prakondisi sebelum diberangkatkan ke tempat tugas,
dimana peserta ditempa berbagai keahlian sesuai bidang study dan ketrampilan –
ketrampilan lain sesuai daerah penempatan. Ada yang selalu saya dan teman- teman nantikan saat prakondisi yaitu
pengumuman dimana kami akan di tugaskan. Pada hari kedelapan prakondisi
tepatnya pagi hari, barulah ada pengumuman yang ditempel di depan aula. Hati
ini terasa berdetak kencang saat mengetahui hal itu, dan akhirnya saya melihat
pengumuman, tak di sangka saya ditempatkan ditempat yang angkatan 1 dan 2 belum
pernah ditugaskan disana yaitu papua, tepatnya di Kabupaten Yahukimo. Setelah
pengumuman, teman sekamar pun sudah tahu bahwa saya ditempatkan di papua, dan
ada 4 teman lainnya sebut saja Juned, Viktor, Zaenal, dan Candra yang sekamar
dan ditempatkan di Papua. Entah kenapa kami yang ditempatkan di Papua selalu
menjadi bahan ejekan, seperti menakuti kami kalau disana semua barang mahal,
gaji bisa habis, orangnya primitive, dan lain sebagainya. Padahal kami yang
ditempatkan di Papua membutuhkan support atau dukungan dari lingkungan keluarga
dan teman – teman. Tak hanya teman – teman saja, tetapi banyak godaan sebelum
berangkat ke Papua seperti saat
dirumahpun ada keluarga dari Ayah yang
mengingatkan kalau tidak usah dilanjutkan dan di suruh untuk cari kerja yang
lain saja, tapi saya yakin dan mantab, bahwa saya bisa untuk berjuang
mencerdaskan anak didik di Papua dan bisa bertahan di bumi Papua dengan segala
resiko yang ada.
Pada
tanggal 25 Agustus 2013 saya diberangkatkan ke Papua bersama teman – teman
angkatan tiga dengan membawa tekat yang berapi – api untuk berjuang
mencerdaskan bangsa Indonesia di bagian Timur. Melalui kampus Unnes pada pagi
hari saya berangkat menggunakan bus menuju Jakarta, sekitar waktu magrib saya
sampai di bandara Soekarno – Hatta. Penerbangan dengan Lion Air di mulai pukul
23.00 dan sampai di bandara Sentani, Jayapura sekitar pukul 06.00 waktu
Indonesia Timur. Setibanya di sentani saya terkejut bahwa keadaan bandara yang
terbilang kecil untuk setingkat Propinsi dan minim fasilitas serta melihat
kebiasaan orang – orang asli Papua yang mengunyah pinang membuat saya geli dan
risi. Karena pesawat menuju Dekai, Yahukimo delay maka penerbangan ditunda dan
dilanjutkan besuk pagi. Pada keesokan harinya saya terbang dengan pesawat
Trigana Air menuju Yahukimo, taka lama kemudian sekitar 45 menit sampailah di
kota Dekai, Kabupaten Yahukimo tempat dimana saya akan mengabdi Selama satu
tahun.
Kurima
merupakan bagian distrik dari kabupaten Yahukimo yang letaknya berdekatan
dengan kota Wamena kabupaten Jayawijaya. Disinilah kami bersebelas orang
memulai pengabdian menjadi guru SM3T, setelah diberangkatkan pada tanggal 3
Januari 2014 melalui penantian yang panjang karena kurang lebih ada tiga bulan
lamanya saya menunggu kepastian sambil mengabdi di SD Metanoya. Setibanya di
wamena saya kagum melihat kemajuan kota wamena dari segi infrastruktur jalan
maupun kendaraan yang sangat banyak, padahal jalan menuju Wamena hanya bisa di
lalui lewat udara. Kondisi cuaca di
wamena sangat dingin karena diapit oleh pegunungan serta hembusan angin kurima
yang selalu datang ke kota.
Bapak
pengawas yang mengantar kami mengatur penempatan dan serah terima untuk
mengajar di sekolah – sekolah yang ada di Distrik Kurima. Hari pertama kami
survey tempat serta koordinasi lapangan dengan kepala sekolah, setelah itu
membuat keputusan kapan kegiatan resmi untuk serah terima kami ke sekolah –
sekolah yang telah ditentukan. Tibalah hari serah terima kami, yang di hadiri
oleh guru – guru mulai dari SD sampai SMA. Tata acara pun dimulai dari sambutan
sampai penutup acara, dan akhirnya masing – masing kepala sekolah atau yang
mewakili membawa kami untuk melihat sekolah
masing – masing serta mengatur kapan mulai masuk mengajar di sekolah.
Tapi masih ada masalah mengenai bagaimana kami menginap nanti, karena pada umumnya
ada rumah tapi tidak ada fasilitasnya, sedangkan dinas terkait tidak memberikan
bantuan kepada sekolah untuk memberikan fasilitas minimal perabot alat memasak.
Secara kebetulan untuk penempatan di SD menawari kami untuk tinggal di sana,
dan sudah ada fasilitas perabot alat masak serta alat tidur biarpun minim,
sehingga kami hanya menambah beberapa kekurangan yang ada. Jadi kami bertujuh
dari SM3T Unnes bertempat tinggal di perumahan SD YPK Polimo, adapun yang 4
orang dari UNIMED menginap di perumahan SMP Kurima.
Saya bertugas
di SD YPK Polimo yang terletak di antara 2 bukit dan di pinggir sungai Baliem
yang berada di kampung Heme Distrik Kurima. Sekolah berada tepat terletak di
ibu kota kecamatan/ Distrik Kurima. SD YPK Polimo hanya memiliki 97 siswa yang
terbagi dalam enam kelas yaitu kelas I, II, III, IV , V dan VI. Sekolah
ini didirikan pada tahun 1970. SD YPK Polimo memiliki pendidik dan karyawan sejumlah 14
orang, jumlah tersebut terdiri dari 12 orang PNS dan 2 orang GTT. Jumlah guru
pada sekolah ini terbilang cukup.
Kondisi gedung
sekolah masih tergolong baik. Sekolah memiliki 6 ruang belajar dan 1 ruang
kantor dan ruang kepala sekolah. Jumlah rombel yang ada adalah 6 rombel. Alat
peraga, media, dan buku pelajaran sangat kurang. Kurangnya buku pelajaran itu
yang mempengaruhi terhambatnya kegiatan belajar mengajar.
Sebagian besar
siswa SD YPK Polimo kurang disiplin dalam hal berpaikaian. Banyak siswa yang
tidak memiliki pakaian seragam lengkap, seperti sepatu, ikat pinggang, dan
atribut yang lain. Siswa tidak terbiasa mandi saat berangkat sekolah karena
daerah yang dingin. Prestasi belajar siswa juga masih tergolong rendah, wawasan
siswa sangat sempit, mereka cenderung cepat lupa, mudah bosan dan mudah capek.
Daya serap siswa akan pelajaran tergolong kurang karena siswa hanya belajar di
sekolah saja, sepulang sekolah siswa membantu orang tua bekerja di kebun, dan
pada malam harinya mereka tidak bisa belajar karena sudah capek dan juga tidak
ada listrik.
Sebagian besar
guru terlambat saat datang ke sekolah karena sebagian besar guru tinggal di
kota Wamena. Jarak yang di tempuh guru sampai ke sekolah rata – rata 28 Km,
kurang lebih hampir satu jam dengan modal transportasi taxi berupa mobil kijang
atau pix up yang diberi box. Biaya untuk pulang pergi dari sekolah kekota bisa
menghabiskan uang 50 - 75 ribu perhari, sehingga banyak sebagian guru yang
berpikir ulang untuk masuk rutin tiap hari kerja. Selain itu, tantangan yang di
hadapi guru yaitu harus melawati sungai yetni yang sering banjir dan dapat
membahayakan nyawa. Jadi dengan alasan itulah kondisi pendidikan di dsitrik
kurima secara umum masih jauh dari harapan. Saya hanya berharap bahwa suatu
saat perjuangan saya dan teman – teman sekarang membawa manfaat bagi kemajuan
dalam bidang pendidikan di tanah Papua khususnya di daerah penempatan saya.
Itulah goresan tinta pengalaman yang dapat saya bagikan, semoga bermanfaat,
Amiin.
By : Hadi Siswanto, S.Pd
Pengalaman Pribadi
Ditunggu lanjutanya pak Guru
ReplyDeleteDitunggu lanjutanya pak Guru
ReplyDeletebang aku mau ikut SM3T gimana caranya ya bang? pengen kali sumpah.
ReplyDeletebang aku mau ikut SM3T gimana caranya ya bang? pengen kali sumpah.
ReplyDeletebang aku mau ikut SM3T gimana caranya ya bang? pengen kali sumpah.
ReplyDeletesm3t biasanya dibuka ddi bulam april - mei..sllu di pantau..
ReplyDelete